BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Turunya
ayat-ayat al-qur’an bukan berarti tanpa latar belakang histories meskipun tidak
semua ayat, akan tetapi sebagian ayat turun karena latar belakang tertentu.
Seperti yang telah kita fahami merupakan suatu keniscayaan sesuatu yang terjadi
atau tercipta mesti ada penyebabnya. Itu merupakan sunatullah di alam ini begitu
pula ayat-ayat al-qur’an yang Allah turunkan juga ada sebab-sebab turunya, dapat
kita banyangkan betapa sulitnya para ulama dalam memahami dan menafsirkan
ayat-ayat al-qur’an tanpa mengetahui asbab al-nuzulnya. Asbab al-nuzul
merupakan pembantu ilmu tafsir dalam menetapkan ta’wil yang lebih tepat dan
tafsir yang lebih benar bagi ayat-ayat al- qur’an . Oleh karena itu
mempelajari, memahami, dan mengkaji asbab al-nuzul menjadi penting. Pendapat
ahli tafsir tidaklah dapat menguraikan segala kesimpulan dan tidaklah pula
dapat menerangkan muthasyabihat sebagai mana tidak dapat menjelaskan yang
mujmal Juga sangatlah relevan apa yang dikatakan oleh al-wahidy yang dikutif
al- Shuyuty. Tidak mungkin menafsirkan ayat (al-qur’an) tanpa mengetahui kisah
dan penjelasan sebab turunnya Epistimologi tersebut melatarbelakangi ulama
klasik (terutama mufasir bil ma’tsur ) melatakan ilmu asbab al-nuzul sebagai
ilmu penting diantara ilmu- ilmu al-qur’an. Dalam perkembangan tafsir,
perhatian terahadap ilmu asbab al- nuzul mengalami dinamisasi. Meskipun
dikalangan umat Islam banyak yang masih mempertahankan epitimology klasik,
tetapi ada yang mencoba merekontruksi bahkan mengkritisi ilmu asbab al-nuzul
tersebut terutama dari pemikir kontemporer.
B.
Perumusan Masalah
Dalam makalah ini Kami akan membahas
tentang poin – poin yang Kami rangkum dalam rumusan masalah ini dan berbentuk
pertanyaan yang antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian
dari Asbab Al – Nuzul serta jenis dari Asbab Al – Nuzul ?
2.
Apakah kaidah –
kaidah yang ada di dalam Asbab Al – Nuzul?
3.
Apa saja
kegunaan dari Asbab Al – Nuzul?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asbab Al-Nuzul
Para ahli linguistic menerangkan Asbab
jama taksir dari Sabab yang artinya “tali”, sedangkan menurut Lisna al-arab
diungkapkan atau diartikan saluran, yaitu segala sesuatu yang menghubungkan
satu benda kebenda lainnya. ﺎﻣ ﻞﺻﻮﺘﻳ ﻪﺑ ﻰﻟﺍ ﻩﺮﻴﻏ sedangkan
para ahli Dilalah mengungkapkan pemakainnya sebagai segala seuatu yang
mengantarkan pada tujuan. Sementara itu para ahli hukum Islam mendefinisikan
dengan ungkapan “sesuatu jalan yang terbentuknya suatu hukum tanpa adanya
pengaruh apapun dalam
hukum itu”. Adapun kata Nuzul bisa
diartikan dalam banyak pengertian diantaranya Nuzul asal katanya dari Nazala di
dalam bahasa arab berarti ﻁﻮﺒﻬﻟﺍ ﻦﻣ ﻮﻠﻋ ﻰﻟﺍ
ﻞﻔﺳ yakni meluncur dari tempat yang tinggi ketempat yang rendah, juga
sangat relevan dengan ungkapan syekh Abd Al-Wahab Abd Al-Majid Ghazlan beliau
mengartikan turunnya sesuatu dari tempat yang tinggi ketempat yang lebih
rendah. Nuzul juga bisa diartikan singgah atau tiba ditempat tertentu mengapa
diartikan demikian, karena menurut analisis logis penulis, khusus dalam proses
penurunannya kata nuzul ini diartikan untuk menghilangkan kesan bahwa Allah itu
membutuhkan ruang dan waktu Dan setelah kita menyimak pengertian asbab dan
nuzul secara lughawi, kita dapat membahas pengertian asbab al- nuzul secara
istilahi seperti yang dikemukakan syekh Abd Al-Ashim Al- Zarqani dalam kitab
Al-Irfannya.asbab al- nuzul adalah kasus atau sesuatu yang terjadi yang ada
hubungannya dengan turunnya ayat-ayat al-qur’an sebagai penjelasan hukum pada saat
terjadinya kasus. Kasus yang dimaksud tentunya ketika ada permasalahan dan
pertayaan yang dilontarkan oleh para sahabat kepada Rasulallah turunnya ayat
al-qur’an sebagai jawabannya.
Selain itu definisi asbab al-nuzul
Sesuatu yang dengan sebabnyalah turun sesuatu ayat atau beberapa ayat yang
mengandung sebab itu atau memberi jawaban tentang sebab itu yang menerangkan
hukum nya. Pada terjadinya peristiwa itu . Asbab al-nuzul adalah peristiwa atau
pertanyaan yang terjadi yang disusul turunnya ayat membicarakan peristiwa-
peristiwa tersebut. Jika peristiwa itu berupa pertanyaan maka ayat yang turun
memberi jawaban, jika berbentuk kasus hukum, maka ayat yang turun merupakan
penjelasan mengenai status hukumnya, dan jika peristiwa merupakan satu bentuk
kekeliruan maka ayat yang turun boleh jadi merupakan teguran atau pembetulan.
Peristiwa masa lampau yang terjadi sebelum masa Nabi seperti kisah para nabi
yang diceritakan al-Qur’an tidak termasuk asbab al-nuzul. Tragedi
ditenggelamkannya ummat Nabi Nuh as, atau ‘drama’ antara Nabi Yusuf dan
Zulaikha bukan asbab al-nuzul bagi ayat-ayat yang menceritakannya. Rumusan
defenisi yang diberikan oleh para ulama dalam hal ini seringkali menyebutkan
frase waqta wuquuihi (pada waktu terjadinya) untuk menunjukkan bahwa antara
peristiwa dan turunnya ayat terdapat korelasi waktu yang erat. Namun harus
ditegaskan bahwa asbab an-nuzul merupakan term khusus dalam ulum al-Qur’an.
Term tersebut tidak sama dengan ‘sebab’
yang dikenal dalam hukum kausalitas atau teori logika yang menempatkan akibat
karena adanya sebab. Al-Qur’an dengan seluruh ayatnya merupakan kesatuan yang
utuh sejak zaman azali yang diperuntukkan sebagai petunjuk bagi manusia
sehingga dengan atau tanpa sebab ia mesti sampai kepada manusia. Karena itu,
sebagian ayat turun karena kasus khusus yang menjadi sebab (sababiy) dan
sebagian tanpa kasus khusus yang menjadi sebab (ibtidaiy), kelompok kedua ini
lebih besar dari kelompok pertama. Kasus yang termasuk asbab al-nuzul cukup
beragam, antara lain penentangan yang dilakukan oleh opposan Nabi, tanggapan
atas sebuah peristiwa khusus, pertanyaan- pertanyaan yang diajukan kepada Nabi,
pertanyaan yang hadir dalam hati nabi sendiri, pertanyaan yang diajukan oleh
para sahabat mengenai tradisi yang berjalan pada saat itu, dan kekeliruan atau kekhilafan. Pengetahuan
mengenai asbab al-nuzul merupakan hal penting untuk memahami ayat-ayat
al-Qur’an. Bahkan sejumlah ulama menempatkannya sebagai salah satu syarat keilmuan
yang harus dimiliki seorang mufassir. Seorang ulama menyatakan “menjelaskan
sebab turunnya ayat al- Qur'an merupakan suatu cara yang kuat untuk memahami
makna-makna al-Qur'an". Senada dengan itu, Ibnu Taimiyah berkata:
"mengetahui sebab turunnya ayat akan memberikan kepada kita cara untuk
memahami makna ayat, karena dengan memahami sebab akan berakibat kita bisa
memahami dan mengerti akibat. Kemudian al-Wahidi mengatakan pengetahuan tentang
tafsir dan ayat-ayat tidak mungkin jika tidak dilengkapi dengan pengetahuan
tentang peristiwa dan penjelasan yang berkaitan dengan sebab diturunkannya
ayat. Asbab al-nuzul lahir dua tahun sebelum Ulum al-Qur’an mengalami proses
sitematisasi. Ini artinya, asbab an-nuzul eksis lebih awal dari cabang ulum
al-Qur’an pada umumnya. Asbab an-nuzul pertama kali ditulis oleh Ali al-Madini
pada paruh pertama abad ke-3 H, sementara sistematisasi ulum al-Qur’an
berlangsung pada abad ke -5 H. Para ulama merinci faedah mempelajari asbab
an-nuzul, yakni asbab an-nuzul membantu memberi kejelasan terhadap makna ayat,
membantu mengetahui kekhususan hukum, membantu untuk menetapkan apakah
kandungan hukum satu ayat berlaku umum atau berlaku khusus, memudahkan para
sahabat untuk mengingat dan menghafal ayat-ayat al-Qur ’an. Satu-satunya sarana
mengetahui asbab an- nuzul adalah riwayat. Peran rasio tidak dibenarkan dalam
hal ini kecuali mentarjih sekiranya ditemukan perselisihan dua riwayat asbab
an-nuzul untuk satu ayat. Al- Wahidi menegaskan “tidaklah diterima sebuah
keterangan tentang asbab an-nuzul kecuali disandarkan pada riwayat, atau
keterangan yang bersumber dari orang- orang yang menyaksikan turunnya ayat,
serius melakukan kajian dan bersungguh- sungguh dalam mencarinya. Asbab
al-nuzul mengenal istilah shahih dan dhaif sebagaimana hadis pada
umumnya.Bahkan ada yang berpendapat bahwa riwayat asbab al-nuzul lebih banyak
yang dhaif daripada yang shahih. Karena itu penukilan dan perujukan memerlukan
kehati-hatian. Cara dan standar validitasnya sama dengan cara dan standar
penilaian hadis pada umumnya (dengan sedikit perbedaan). Riwayat tentang sebab
turunnya ayat dapat dikenali melalui redaksi yang tegas seperti “sebab turunnya
ayat ini begini”, atau “Rasulullah ditanya tentang ini, maka turunlah ayat
ini”. Disamping itu ditemukan sejumlah redaksi yang tidak tegas seperti “ayat
ini turun dalam soal ini”, atau ungkapan “menurut saya ayat ini turun terkait
dengan ini”. Dua pernyataan terakhir ini atau yang semisal dengannya boleh jadi
menunjukkan sebab turunnya ayat, tetapi kemungkinan juga menunjukkan hukum atau
bagian dari interpretasi ayat itu sendiri.
B.
Jenis – jenis Asbab Al-Nuzul
Berdasarkan rumusan diatas bahwa
sebab-sebab nuzul adakalanya berbetuk peristiwa dan adakalanya berbentuk
pertayaan. Suatu ayat atau beberapa ayat dinuzulkan untuk menerangkan hal yang
berhubungan dengan peristiwa tertentu atau memberi jawaban terhadap pertayaan
tertentu. Atau memberi jawaban terhadap pertayaan tertentu [8]. Contoh-contoh
1. Asbab nujul ayat dalam bentuk peristiwa ada tiga macam.
1.
Pertama; contoh
Peristiwa berupa pertengkaran yang berkecamuk antara dua federasi, seperti; Aus
dan Khazraj. Perselisan ini timbul dari intrik-intrik yang ditiupkan oleh
orang-orang Yahudi sehingga mereka berteriak senjata. Peristiwa tersebut
menyebabkan dinuzulkannya surat al-imran ayat 100 sampai beberapa ayat
sesudahnya yang artinya ‘hai orang-orang yang beriman, jika kamu
mengikuti sebagian dari orang- orang yang diberi al-kitab, niscaya mereka akan
mengembalikan kamu menjadi orang kafir sesudah kamu beriman.
2.
Kedua, contoh
Peristiwa sebuah kesalahan serius, seperti seorang yang mengimami salat dalam
sedang dalam keadaan mabuk sehingga salah dalam membaca surat al-kafirun.
Peristiwa ini menyebabkan diturunkannya surat al –Nisa ayat 43 ﺎﻳ ﺎﻬﻳ ﺬﻟﺍ ﻦﻳ ﺍﻮﻨﻣﺍ ﻻ ﻮﺑﺮﻘﺗ ﺓﻮﻠﺼﻟﺍﺍ ﻢﺘﻧﺍﻭ ﻯﺮﻜﺳ
ﻰﺘﺣ ﺍﻮﻤﻠﻐﺗ ﻥﻮﻟﻮﻘﺗ ﺎﻣ … . artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendekati sholat dalam keadaan mabuk
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapakan…..
3.
Ketiga,contoh
berupa cita-cita dan keinginan, seperti relevansi ‘Umar bin al- khatahab dengan
ketentuan ayat-ayat al- qur’an. Dalam sejarah, ada beberapa harapan ‘Umar yang
dikemukakannya kepada Nabi saw. Kemudian nuzul ayat yang kandungannya sesuai
dengan harapan- harapan ‘Umar tersebut .Misalnya, al- Bukhari dan lainnya meriwayatkan
dari Annas bahwa ‘Umar berkata: “Aku sepakat dengan Tuhanku dalam tiga hal. Aku
katakan kepada Rasul bagaimana sekiranya kita jadikan makam ibrahim sebagai
tempat shalat.”maka diturunkan surat al-baqarah ayat 125; (‘…jadikanlah
sebaagian dari makam ibrahim tempat shalat…..”); dan aku katakan kepada Rasul,
sesungguhnya istri- istrimu masuk kepada mereka itu orang yang baik-baik dan
orang yang jahat, maka sekiranya engkau perintahkan mereka agar segera
bertabir, maka nuzullah surat al- Ahzab ayat 53″ ﺍﺫﺍﻭ ﺎﺳ ﻮﻤﺘﻟ ﻦﻫ ﺎﺘﻣ ﺎﻋ ﺍ ﺎﻓ ﻮﻠﺌﺳ
ﻦﻫ ﻦﻣ ﺀﺍﺭﻭ ﺐﺠﺣ (“…..jika kamu meminta keperluan kepada mereka (istri- istri
nabi), maka mintalah dari balik tabir….”); dan istri-istri Nabi mengeremuninya
pada kecemburuan. Aku katakan kepada mereka: ﻰﺴﻋ ﻪﺑﺭ ﻥﺍ ﻦﻜﻨﻘﻃ ﻥﺍ ﺪﺒﻳ ﻪﻟ ﺎﺟﺍﻭﺯﺍ ﺍﺮﻴﺧ ﻦﻜﻨﻣ “keadanya dengan istri-itri yang lebih baik dari kamu”, maka
nuzullah ayat serupa dengan itu dalam surat al-Tahrim ayat 5 ( . ﻪﺑﺭ ﻰﺴﻋ …… ).
Adapaun sebab-sebab dinuzulkan al- qur’an
dalam bentuk pertanyaan dapat dikelompokan kepada tiga macam pula.
1.
Pertama, contoh
pertayaan yang berhubungan dengan sesuatu dimasa lampau, seperti pertayaan
tentang kisah Dzal-Qurnain
2.
Kedua, contoh
pertayaan tentang sesuatu yang berlangsumg pada waktu itu, seperti pertayaan
tentang ruh.
3.
Ketiga, contoh
pertayaan tentang sesuatu yang berhubungan dengan masa yang akan datang,
seperti pertayaan masalah kiamat. Lebih jauh lagi mengenai penjelasan asbab
al-nuzul, menurut Moh. Thohir, asbab al-nuzul terbagi kedalam lima macam,
diantarnya;
a.
Asbab al-nuzul
yang menafsirkan kemubhaman al-qur’an, maksudnya, yang dikehendaki oleh ayat-
ayat tersebut tidak dipahami kecuali jika diteliti dan diselidiki melalui seba
al-nuzulnya
Contoh
ayat, Allah berfirman dalam surat al- baqarah ayat 158:
ﻥﺍ ﺍ ﺎﻔﺼﻟﺍ ﺓﻭﺮﻤﻟﺍﻭ ﻦﻣ ﻪﻠﻟﺍﺮﺋﺎﻌﺷ ﻦﻤﻓ ﺞﺣ ﺖﻴﺒﻟﺍ ﺮﻤﺘﻋﺍﻭﺍ
ﻼﻓ ﺡﺎﻨﺟ ﻪﻴﻠﻋ ﻥﺍ ﻦﻣﻭ ﺎﻤﻬﺑ ﻑﻮﻄﺘﻳ ﻉﻮﻄﺗ ﺍﺮﻴﺧ ﻥﺎﻓ ﻢﻴﻠﻋ ﺮﻛﺎﺷ ﻪﻠﻟﺍ
Artinya
“Sesungguhnya shafa dan marwa adalah
sebagian dari syi’ar Allah. Maka barang siapa yang beribadah haji kebaitullah
atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa’I antara keduanya.
Dan barang siapa mengerjakan suatu kewajiban dengan kerelaaan hati, maha
sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui (Q.S.
Al-Baqarah :158)“
Menurut
pemahaman Urwa Ibn Zubair lafal ayat ini secara tekstual tidak menunujukan
bahwa sa’I itu wajib, waka ketiadaan dosa untuk mngerjakan itu menunjukan
“kebolehan” dan bukannya “wajib” tetapi Aisyah telah meolak pemahaman tersebut,
dengan argumentasi; seandainya maksud ayat tersebut adalah menunjukan “tidak wajib”
maka redaksinya akan berbunyi; “tidak ada dosa bagi orang yang tidak melalukan
sa’I”. menurut Aisyah ayat tersebut dinuzulkan karena para sahabat merasa
keberatan ber- sa’I antara Shafa dan Marwa disebabkan perbuatan tersebut meniru
orang-orang jahiliyah yang biasa mengusap berhala “Isaf” yang ada di Safa dan
berhala “Na’ilah” yang ada di Marwa, maka turunlah ayat tersebut.
b.
Asbab al-nuzul
yang menerangkan ayat-ayat Mujmal dan mencegah terjadinya penta’wilan ayat-ayat
Mutasyabihat. Contoh surat al-Maidah ayat 44: …… ﻦﻣﻭ ﻢﻟ ﻢﻜﺤﻳ ﻝﺰﻧﺍﺎﻤﺑ ﻪﻠﻟﺍ ﻚﺌﻟﺀﺎﻓ ﻢﻫ ﻥﻮﻤﻠﻈﻟﺍ …….”Barang siapa yang tidak memutuskan perkara
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
dzalim.” Jika ada yang menganggap “man” dalam ayat ini menunjukan Syartiyah,
maka akan timbul problem “Apa seseorang berbuat dosa dalam hukum akan membuat
seseoarang menjadi kafir ? akan tetapi jika orang tersebut mengetahui sebab
turunya ayat tersebut berkenaan dengan orang- orang Nasrani, maka dia akan tahu
bahwa yang dimaksud dalam ayat itu bukanlah Syartiyah melainkan Maushuliyah.
Oleh karena itu tidak mengherankan kalaulah orang-orang nasrani dikatakan telah
kufur sebab mereka tidak mau berhukum kepada injil yang telah menyuruh mereka
beriman kepada Muhammad SAW
c.
Asbab al-nuzul
yang menjelaskan tentang beberapa kejadian, sementara didalam al-qur’an sendiri
terdapat ayat-ayat yang sesuai deng amaknanya, sehingga menimbulkan keraguan, apakah
kejadian-kejadian tersebut adalah yang dimaksud oleh ayat, atau termasuk dalam
makna ayat. Contah surat al-Baqarah ayat 223: ﺙﺮﺣ ﻢﻛﺅﺎﺴﻧ ﻢﻜﺛﺮﺣ ﺍﻮﺗﺎﻓ ﻢﻜﻟ ﻢﺘﺌﺷ ﻰﻧﺍ Yang artinya “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu
bagaimana saja kamu menghendaki Dalam soal menggauli istri dari arah dhubur
(belakang)”. Sementara Jabir Abdillah mengatakan bahwa ayat tersebut
berkenaan dengan orang yahudi yang berkata “orang yang menggauli istrinya dari
arah dhubur akan melahirkan anak yang cacat, oleh karena itu Allah menurunkan
ayat tersebut.
d.
Asbab al-nuzul
yang menjelaskan tentang disyari’atkannya hukum-hukum yang berkenaan dengan
beberapa kasus kejadian. Contoh dalam surat al-Baqarah ayat 22 ﻻﻭ ﺍﻮﺤﻜﻨﺗ ﺖﻛﺮﺸﻤﻟﺍ ﻰﺘﺣ ﻦﻣﺆﻳ ﺔﻣﻻﻭ ﺔﻨﻣﺆﻣ ﺮﻴﺧ ﻦﻣ
ﺔﻛﺮﺸﻣ ﻮﻟﻭ ﻢﻜﺘﺒﺠﻋﺍ ﻻﻭ ﺍﻮﺤﻜﻨﺗ ﻦﻴﻛﺮﺸﻤﻟﺍ ﻰﺘﺣ ﺍﻮﻨﻣﺆﻳ ﺪﺒﻌﻟﻭ ﻦﻣﺆﻣ ﺮﻴﺧ ﻦﻣ ﻙﺮﺸﻣ ﻮﻟﻭ ﻢﻜﺒﺠﻋﺍ
ﻚﺌﻟﻭﺍ ﻥﻮﻋﺪﻳ ﻰﻟﺍ ﺭﺎﻨﻟﺍ ﻪﻠﻟﺍﻭ ﺍﻮﻋﺪﻳ ﻰﻟﺍ ﺔﻨﺠﻟﺍ ﺓﺮﻔﻐﻤﻟﺍﺯ ﻪﻧﺫﺎﺑ ﻦﻴﺒﻳﻭ ﻪﺘﻳﺍﺀ ﺱﺎﻨﻠﻟ ﻥﻭﺮﻛﺬﺘﻳ
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-
wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mu’min
lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-oraang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mu’min lebih baik dari orang musyrik ,
walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak keneraka sedang Allah mengajak
kesurga dan apapun dengan izin-Nya”. Dan Allah menerangkan ayat – ayat Nya
(perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran Ayat
diatas dinuzulkan sehubungan dengan adanya peristiwa ketika nabi mengutus Murtsid
al-Ganawi ke Mekah yang bertugas mengeluarkan orang-orang Islam yang lemah, ia
dirayu oleh seorang wanita musyrik yang cantik lagi kaya, tapi ia menolak
karena takut kepada Allah, maka setelah pulang keMadinah dia bercerita kepada
Rasullulah dan turunlah ayat tersebut diatas.
e.
Asbab al-nuzul
yang menjelaskan tentang hukum suatu kejadian dengan pelaku tertentu serta
melarang yang lain melakukan hal yang serupa . Contoh kisah al-Asy’ats Ibn Qais
bahwa ayat al-qur’an surat la-Imron 77 yang berbunyi : ﻦﻳﺬﻟﺎﻧﺍ ﻥﻭﺮﺘﺸﻳ ﺪﻬﻌﺑ ﻪﻠﻟﺍ ﻢﻬﻨﻤﻳﺍﻭ ﻼﻴﻠﻗ ﺎﻨﻤﺛ yang artinya “Sesungguhnya diantara orang yang menukar
janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit”.
Ayat diatas diturunkan berkenaan denganya, sedang Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa
ayat tersebut berlaku umum, dengan alas an ketika dia sedang menyampaikan
hadits Nabi yang mengatakan: “orang yang
melakukan sumpah dengan sumpah palsu agar dapat memperoleh harta seorang
muslim, maka kelak akan bertemu dengan Allah dalam keadaan dimurkai oleh-Nya”.
Allah menurunkan ayat tersebut untuk membenarkannya.
C.
Kaidah – kaidah Asbab Al-Nuzul
Mengatakan bahwa tidak mungkin dapat
mengetahui tafsir suatu ayat, tanpa berpegang atau berandar pada kisahnya dan
keterangan nuzulnya. Pendapat yang sama dikemukakan oleh pendapat Ibn Taimiyyah
bahwa mengetahui sebab, nuzul ayat dapat menolong memahami ayat, karena
mengerti sebabnya, berarti akan memberi peluang untuk mengetahui apa yang
ditimbulkan dari sebab itu. demikian halnya dengan pendapat Ibn Daqiq bahwa sebab
nuzul suatu ayat merupakan jalan yang kuat dalam memahami maksud al- qur’an.
Mengetahui Asbab al-Nuzul adalah sangat urgen dalam mngetahui dan memahami
maksud suatu ayat, hikmah yang terkandung dalam penetepan suatu hukum sebagai
mana kata pepatah “mengetahui sebab akan memberikan tentang musabab”. Adalah
tidak diragukan, bahwa bentuk suatu ayat dan cara pengungkapannya, dalam skala
besar, sangat terpengaruh oleh sebab turunya. Istifham (kalimat Tanya),
umpamanya, adalah sekedar suatu kalimat. Namun ia bisa mepunyai pengertian yang
lain, seperti taqrir (penegasan), nafyi, dan pengertian- pengetian lainnya.
Maksud dari pengertian tersebut tidak bisa difahami kecuali melalui factor
ekstern dan korelasi-korelasi dari kondisi yang ada. Mencermati pendapat diatas,
dapat dipastikan bahwa pengetahuan tentang Asba al-Nuzul sangat besar
faedahnya, diantaranya:
1.
Mengetahui
hikmah Allah secara yakin mengenai semua masalah yang disyariatkan melalui
wahyu atau ayat- ayat yang dinuzulkan nya, baik bagi orang yang sudah beriman.
Misalnya, kasus Urwah Ibn al–Zubair yang keliru memehami pengertian ayat 158
dari surat al-baqarah. kekeliruan terletak pada pemahamannya mengenai
pernyataan tidak ada dosa baginya .menurut pemahaman Urwah haji tanpa sa’i
antara Safa dan Marwah tidak apa-apa. ia termemori oleh pengaulaman pada zaman
jahiliyyah. Bahwa orang-orang dizaman jahiliyah beribadah pada berhala yang
bernama Isaf yang ada di Shafa dan patung Na’ilah yang ada di Marwah. Untungnya
Urwah ragu, ketika ia menyaksikan orang-orang muslim melakukan sa’i diantara
bukit itu. Akhirnya, ia menghampiri A’isyah untuk mengetahui persoalan itu.
‘Aisyah memberitahu bahwa ayat tersebut dinuzulkan sehubungan dengan adanya
orang Anshar, yang belum masuk Islam, mereka selalu mondar mandir diantara
Shafa dan Marwah untuk menyembah berhala. Setelah masuk Islam mereka bertanya
kepada nabi mengenai sa’i. maka Allah menuzulkan ayat diatas yang menyatakan
bahwa sai itu tidak ber dosa.
2.
Membantu
memahami kandungan al- qur’an, sekaligus menghilangkan keragu-raguan dalam
memahaminya, disebabkan adanya kata yang menunjukkan pembatas (hashr).
3.
Dapat
mengkhususkan hukum pada sebab menurut ulama yang memandang bahwa yang mesti
diperhatikan adalah kekhususan sebab bukan keumuman lafahz
4.
Dapat mengetahui
bahwa sebab nuzul ayat tidak pernah keluar dari hukum yang terkandung dalam
ayat tersebut kendati datang yang mengkhususkannya.
5.
Membantu
mempermudah penghafalan dalam pemahaman
D.
Ungkapan Dalam Asbab Al-Nuzul
Asbab
al nuzul diketahui melalui beberapa bentuk susunan redaksi. Bentuk-bentuk
redaksi itu akan memberikan penjelasan apakah suatu peristiwa itu merupakan
asbab al nuzul atau bukan. Redaksi dari riwayat- riwayat yang shahih tidak
selalu berupa nash sharih (pernyataan yang jelas) dalam menerangkan sebab
turunnya ayat. Diantara nash ersebut ada yang menggunakan pernyataan yang
konkret, dan ada pula yang menggunakan bahasa yang samar, yang kurang jelas
maksudnya. Mungkin yang dimaksudkannya adalah sebab turunnya ayat atau hukum
yang terkandung dalam ayat tersebut. Redaksi yang digunakan para sahabat untuk
menunjukkan sebab turunnya Alquran tidak selamanya sama. Redaksi-redaksi itu
berupa beberapa bentuk. pertama, redaksi asbab al nuzul berupa ungkapan yang jelas
dan tegas, seperti ﺖﻟﺰﻧ ﻩﺬﻫ ﺔﻳﻷﺍ ﺍﺬﻛ
. Kedua, redaksi asbab al nuzul tidak ditunjukkan dengan lafadz sebab, tetapi
dengan menggunakan lafadz fa ta’qibiyah yang masuk kedalam ayat yang dimaksud
secara langsung setelah pemaparan suatu peristiwa atau kejadian. Ketiga, asbab
al nuzul dipahami secara pasti dari konteksnya. Dalam hal ini rosulullah
ditanya oleh seseorang, maka ia diberi wahyu dan menjawab pertanyaan itu dengan
ayat yang baru diterimanya. Keempat, asbab al nuzul tidak disebutkan dengan
redaksi sebab secara jelas, tidak dengan menggunakan fa ta’qibiyah yang
menunjukkan sebab, dan tidak pula berupa jawaban yang dibangun atas dasar
pertanyaan, akan tetapi dengan redaksi ﺖﻟﺰﻧ ﻩﺬﻫ ﺔﻳﻷﺍ ﻰﻓ ﺍﺬﻛ . Redaksi seperti
itu tidak secara definitif menunjukkan sebab, tetapi redaksi itu mengandung dua
kemungkinan, yaitu bermakna sebab turunnya (tentang hukum kasus) atau persoalan
yang sedang dihadapi.
E.
Kegunaan Asbab Al-Nuzul
Ilmu asbab al nuzul termasuk diantara
ilmu-ilmu penting. Ilmu ini membahas dan menyingkapkan hubungan dan dialektika
antara teks (ayat) dan realitas. Diantara hal-hal yang dapat menjadi petunjuk
tentang sebab turunnya sebuah ayat ialah jika dimulai dengan ungkapan dialogis,
seperti: “mereka bertanya kepadamu (nabi), “katakan kepada mereka” dan
lain-lain. Begitu juga bila disebutkan nama pribadi orang seperti zayd (ibn
haritsah) dan abu lahab. Masdar f. mas’udi dalam artikelnya “Relevansi asbab al
nuzul bagi pandangan historisis segi- segi tertentu ajaran keagamaan”
menyatakan bahwa pengetahuan tentang asbab al nuzul akan membantu seseorang
memahami konteks diturunkannya sebuah ayat suci. Konteks itu akan memberi
penjelasan tentang implikasi sebuah ayat, dan memberi bahan penafsiran dan
pemikiran tentang bagaimana mengaplikasikan ayat tersebut dalam situasi yang
berbeda. Sumber pengetahuan tentang asbab al nuzul diperoleh dari penuturan
para sahabat nabi. Nilai berita itu sendiri sama dengan nilai berita-berita
lain yang menyangkut persoalan kuat dan lemah, sahih dan dhaif serta otentik
dan palsunya berita itu. Semua ini menjadi bahasan dalam cabang ilmu kritik
hadis (ilmu tajrih dan ta’dil). Sebagaimana persoalan hadis pada umumnya,
penuturan atau berita tentang suatu sebab turunnya wahyu tertentu juga dapat
beranekaragam, sejalan dengan keanekaragaman sumber berita. Maka tidak perlu
lagi ditegaskan bahwa informasi-informasi yang ada harus dipilih dengan sikap
kritis. Sebagai contoh ialah berita tentang firman Allah, “kepunyaan Allah-lah
timur dan barat maka kemanapun kamu menghadapkan wajahmu ,disanalah wajah Allah
sesungguhnya Allah mahaluas (rahmatnya) dan maha mengetahui” (QS. Al baqoroh:
115). Firman ini turun kepada nabi berkaitan dengan peristiwa yang dialami
sekelompok orang beriman yang mengadakan perjalanan dimalam hari. Pagi harinya mereka
baru menyadari bahwa semalam mereka shalat dengan menghadap kearah yang salah,
tidak ke kiblat. Kemudian mereka bertanya kepada nabi berkenaan dengan apa yang
mereka alami. Maka turunlah ayat suci itu, yang menegaskan bahwa kemanapun
seseorang menghadapkan wajahnya, sebenarnya ia juga menghadap Tuhan.
KarenaTuhan tidak terikat oleh ruang dan waktu sehingga Ia ada di mana-mana
“Timur ataupun Barat”. Akan tetapi Karena konteks turunnya ayat itu
bersangkutan dengan peristiwa tertentu diatas, tidak berarti dalam melaksanakan
shalat seorang muslim dapat menghadap kemanapun ia suka. Ia harus menghadap
kiblat yang sah, yaitu arah masjid al haram mekah. Namun, ia dibenarkan
menghadap mana saja dalam shalat jika ia tidak tahu arah yang benar, atau
karena kondisi tertentu yang tidak mungkin baginya menghadap kearah yang benar.
Berkaitan dengan hal ini, Masdar F. Mas’udi menyatakan bahwa firman Allah
tentang “Timur dan Barat” mempunya kemungkinan implikasi yang luas. Firman itu
menyangkut kaum yahudi madinah. Menurut penuturan ibn abi thalhah, ketika nabi
- dengan izin Allah- mengubah kiblat dari arah yerussalem kearah mekah, kaum
yahudi bertanya-tanya, mengapa ada perubahan yang mengesankan sikap tidak teguh
dalam beragama?. Maka firman Allah tersebut bermaksud untuk menampikkan ejekan
kaum yahudi dan menegaskan bahwa perkara arah menghadap dalam shalat bukanlah
sedemikian prinsipilnya sehingga harus dikaitkan dengan permasalahan nilai
keagamaan yang lebih mendalam , seperti keteguhan atau konsistensi (istiqomah) sebagai
ukuran kesejatian dan kepalsuan. Dalam kitab-kitab ulum Alquran atau ulum al
Tafsir, baik yang klasik ataupun yang kontemporer, hampir semua ulama sepakat
tentang pentingnya mempelajari dan mengetahui asbab al nuzul dalam rangka
memahami atau menafsirkan Alquran. Syaikhul Islam ibn Taimiyah (M.Roem
Rowi,2005:10) menyatakan bahwa penguasaan asbab al nuzul merupakan unsur
penentu dalam memahami sebuah ayat, karena sesungguhnya pengetahuan tentang
"sebab" akan melahirkan tentang "akibat"
Secara lebih terperinci para ulama
menyebutkan manfaat dari Asbab Al-Nuzul adalah sebagai berikut:
1.
Mengetahui
berbagai hikmah yang terkandung dalam pemberlakuan sesuatu hukum.
2.
Menjelas Al Hasr
(pembatasan) yang terdapat dalam suatu ayat dengan melihat konteks turunnya.
3.
Memudahkan
pemahaman dan menguatkan ingatan terhadap kandungan wahyu yang diketahui sebab
– sebab terjadinya.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Simpulan
Penjelasan di atas merupakan kajian kritis yang bersifat meninjau ulang
posisi dan fungsi asbab al nuzul dalam
pemahaman Alquran. Mengingat bahwa asbab al nuzul adalah salah satu ilmu-ilmu
Alquran yang terpenting. Oleh karena itu para ulama menuangkan masalah asbab al
nuzul dalam berbagai karya ilmiah yang kini mewnjadi rujukan para ahli. Jika
berbagai data kuantitatif dan analisis di atas dihubungkan dengan persoalan
signifikansi pemahaman Alquran, maka memang tidak semua ayat Alquran
membutuhkan penjelasan dengan memakai asbab al nuzul. Sehingga dengan demikian
maka Alquran akan lebih mudah dipahami dan dipelajari, sesuai ndengan apa yang
dijanjikan Allah dalam Alquran. Namun ini sama sekali tidak berarti mengurangi
arti penting asbab al nuzul, apalagi dianggap tidak perlu lagi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar